Cerita OSIBA dalam Buku Bakti Pamong Praja Papua di Era Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia

    Buku yang menerangkan bagaimana posisi sekolah kepamong prajaan telah ada di Papua yang merupakan hasil dibuat oleh Belanda saat itu. Sekolah tersebut adalah OSIBA yang merupakan pendidikan pamong praja pribumi. Dalam buku ini merupakan rangkaian cerita dari para purna praja yang telah didokumentasikan dalam sebuah buku Bakti Pamong Praja Papua di Era Transisi Kekuasaan Belanda Ke Indonesia yang ditulis oleh Leontine E. Visser & Amapon Jos Marey, dan diterbitkan  di Jakarta  oleh penerbit Kompas pada tahun 2008. Banyak cerita atau ilham yang dapat kita ambil dari buku tersebut sehingga Plato's Club telah mengupas dengan menghasilkan diskusi unik dari sekolah kepamongprajaan.

    Sebagai anggota Plato's Club saya mendapatkan pengetahuan baru tentang sekolah kepamongprajaan yang saat ini adalah IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) yang merupakan salah satu sekolah pamong praja yang menghasilkan kader-kader handal dalam dunia birokrasi pemerintahan. Buku ini dapat menjelaskan nilai-nilai tentang kepamongprajaan yang dapat diambil untuk para calon & para aparatur pemerintahan membutuhkan gelora jiwa dalam menumbuhkan semangat kepioniran serta pengabdian yang luhur, suatu jiwa yang bersedia menembus berbagai tantangan fisik dan non-fisik untuk menjangkau saudara-saudara kita yang hidup nun jauh/ dibalik gunung-gunung yang tinggi, dan perkampungan. Kepioniran dari para pamong praja yg saat itu dibina oleh OSIBA dapat diambil sebuah pelajaran penting bagaimana seorang aparatur pemerintahan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat walaupun dalam kesulitan dan pengorbanan.


   OSIBA merupakan sekolah yang menciptakan kader aparatur pemerintahan yang dikaderisasikan melalui anak-anak tokoh adat di Papua saat itu. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Dorus Rumbiak "Dua kunci bersosialisasi dengan mudah melalui pemuka adat dan anak-anak mereka, sehingga yang bersekolah di OSIBA adalah putra-putri pemuka adat yang mendapat indoktrinasi kuat dari orang tua mereka untuk mengabdi pada daerah. Dibalik pendirian OSIBA ada maksud lain Belanda saat itu yakni memperkuat posisi Belanda di Papua. Saat itu biaya tanggungan pendidikan di OSIBA semua ditanggung oleh pemerintah dan perekrutan pelajarnya harus berasal dari Papua (Pribumi). Pelajar yang melaksanakan pendidikan di OSIBA dibekali dengan ilmu pemerintahan dan diajarkan keterampilan lain untuk bisa mengajarkan, mendidik, dan hidup bermasyarakat melalui praktek pertanian, peternakan dan keterampilan lainnya.

    Pelajar OSIBA telah dibentuk dan dipersiapkan untuk menjalankan tugas-tugas di daerah pelosok dan pemerintahan pusat di Papua saat itu. Ada kisah menarik ketika para pelajar OSIBA atau lulusannya turun di lapangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya yaitu cara mereka menghadapi persoalan-persoalan polemik di dinamika kehidupan bermasyarakat di Papua khususnya daerah terpencil. Mereka harus berupaya dalam menyelesaikan berbagai konflik sosial yang dianggap besar saat itu seperti konflik tanah, pelayanan kesehatan, dan pendidikan masyarakat yang belum didapatkan. Anggota Plato's Club telah mengupas dan mengembangkan materi buku ini menjadi bahan diskusi menarik betapa pentingnya nilai-nilai kepamongprajaan itu harus dihidupkan kembali di tengah-tengah masyarakat saat ini, yakni dengan meningkatkan kembali nilai-nilai tersebut dalam dirinya bahwa kita sangat diperlukan oleh masyarkat saat ini dan bersedia untuk ditempat tugaskan dimana saja tanpa melihat sebuah nilai financial namun lebih pada pengabdian pada masyarakat sebagai pamong praja, dan dalam menyiasati dinamika pemerintahan seperti ini kita harus selalu berbagi dan selalu menjaga harmonisasi dengan siapapun baik di dalam pemerintahan maupun masyarakat. Menanggapi permsalahan yang sering muncul para pamong praja yang selalu berselisih paham karena politik yang dijalankan saat ini yang mengharuskan para pamong praja untuk memilih untuk terjun ke dunia pemerintahan atau tidak. Namun permasalah tersebut dapat diatasi oleh para pamong praja dengan menjaga harmonisasi hubungan para alumni pamong praja dengan mengenyampingkan ego hierarki  namun lebih menitik beratkan pada persatuan untuk membangun nilai-nilai kepamongprajaan.  

Dr. Muhadam Labolo "Kita perlu menciptakan mitos dan cerita baru tentang nilai-nilai kepamongprajaan untuk membangun pencitraan yang baik terhadap pendidikan kepamongprajaan".



By : Laode Syarif

Posting Komentar

0 Komentar