Berada Di Kategori Manusia Manakah Kita?


Kali ini saya akan berbagi hasil bacaan dari Buku Qatar Of Note 2 yang ditulis oleh seorang pemuda yang memberikan inspirasi kepada kita yaitu Muhammad Assad. Kita sering mengenal dan mendengar istilah hablumminannas (hubungan sesama manusia), melalui ini kita dituntut untuk saling berinteraksi, silaurahmi, berkoordinasi, atau sebagainya tentunya sebagai makhluk sosial. Selama pergaulan kita terhadap sesama manusia pernahkah kita merasa dicari ketika tidak berada disisi mereka, atau bahkan menghindar ketika kita mendekati sebuah perkumpulan atau perbincangan?, mari kita bertanya dalam diri ini dan mencoba menelusuri keseharian kita.
Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan karena merupakan tabiat dari seorang manusia. Dalam kedua sifat yang saling bertentangan ini selalu berada dalam diri kita dan secara tidak langsung terkadang kita menampakkan kedua-duanya secara bersamaan atau berkesinambungan, misalnya; ketika kita kuat dalam menghafal pernahkah kita mengejek teman kita yang lemah dalam hafalannya? Sebenanrny ini lah wujud kedua sifat tersebut yang keluar secara bersamaan. Kelebihan kita yakni kuat dalam menghafal namun kekurangannya adalah ketidak penghargaan kita pada sesama manusia. Berdasarkan kedua wujud ini semestinya kita memanfaatkan dan mengolahnya dengan baik, dengan memanfaatkan kelebihan kita untuk orang banyak dan kekurangan kita sebagai tolak ukur untuk mencegah kita dari kesombongan duniawi.
Ternyata derajat seorang manusia dapat dinilai dari kemanfaatan dirinya terhadap manusia lainnya. Sekali lagi sungguh beruntung bagi seorang manusia yang diberikan kelebihan oleh Allah Swt  dapat dia manfaatkan sebesar-besarnya untuk menolong orang lain. Berdasarkan hadits berikut :
Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebuah hadits yang sangat menunjukkan bagaimana Islam memberikan perhatian besar kepada semesta alam ini untuk saling berbagi dan memberikan manfaat kepada orang lain atau yang membutuhkan kelebihan yang kita miliki.
Menurut Emha Ainun Nadjib terdapat 5 kategori manusia berdasarkan seberapa manfaat dirinya bagi orang lain, yaitu manusia wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.[1] Adapun beberapa kategori tersebut yaitu:
a.   Manusia wajib, yaitu seorang yang kehadirannya sangat dirindukan karena dapat memerikan manfaat bagi orang banyak. Siapa yang tidak ingin dirindukan seperti ini, dan contoh terbaik yang pernah ada dalam sejarah seantero dunia ini adalah Rasulullah Saw, coba lihat bagaimana ketika beliau wafat, semua orang secara langsung merindukan beliau. Jadi bagaimana dengan kita apakah yang harus kita lakukan? Tentu kita harus membentuk terlebih dahulu akhlak yang baik, mewujudkan nilai-nilai kepedulian kita terhadap sesama, dan senang dalam bersilaturahmi dengan tidak mengenal martabat atau jabatan seseorang. Dengan akhlak kita yang baik maka segala ucapan yang dikeluarkan akan selalu didengar, kesenangan kita dalam saling tolong menolong ketika teman kita dalam kesusahan, dan memberikan solusi bagi kesulitan yang dialami oleh orang lain akan memberi manfaat yang besar kepada mereka itulah  yang akan menimbulkan perhatian kepada kita.   Sifat optimis, ramah, santun namun tegas, serta penuh kasih sayang tanpa membeda-bedakan manusia menjadi pendorong terbaik dalam kategori manusia wajib ini.
Dengan segala tipikal yang saya coba jelaskan diatas tentu akan membuat daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga sejenak saja dia tidak hadir di lingkungan kita maka kita akan mengingatnya dan bahkan merindukan wujud manusia seperti ini.
b.    Manusia sunnah, yaitu seseorang yang keberadaannya cukup bermanfaat bagi sekitar, namun jika dia tidak ada tetap tidak akan berpengaruh banyak. Ketika keberadaannya jauh maka karakter seperti ini tidak akan membawa daya ingat kita kepadanya namun dia tetap memberikan kebaikan ketika dekat dengannya.

c.     Manusia mubah, yaitu seseorang yang ada ataupun tidak ada kehadirannya, sama-sama tidak memberikan manfaat apapun di sekitarnya. Misalkan ketika seseorang datang kepada kita, dia tidak bisa dijadikan teman curhat namun dia tidak pernah mengusik ketenangan kita.
d.   Manusia makruh, yaitu seseorang yang ketidakhadirannya tidak membawa pengaruh apa-apa namun jika dia ada malah bisa mendatangkan keburukan. Ciri-ciri manusia seperti ini jika dia datang menghampiri kita, seakan memunculkan ketidaksenangan dan ingin menjauh, misalnya: seorang pemuda yang terkenal nakal datang ingin gabung dalam kumpulan kita, pasti ketika kita tidak senanga dengan dia serasa ingin membubarkan kumpulan tersebut agar bisa jauh darinya.
e.    Manusia haram, yaitu seseorang yang dengan keberadaannya malah dianggap akan menjadi musibah bagi sekitar dan membawa malapetaka. Saya rasa para sahabat sudah bisa memaparkan orang seperti ini dan memang nggak perlu dijelaskan karena dengan kedatangannya saja sudah membawa malapetaka.
Berdasarkan kelima ketegori diatas kira-kira berada dimanakah posisi kita? Tanyakanlah sama hati nurani kita yang dalam dan cobalah introspeksi diri kita selama bergaul, pernahkah atau tidak membuat sebuah kesalahan yang fatal terhadap orang lain? Atau membawa manfaat pada orang lain?. Bahkan dalam sebuah lingkungan masyarakat kita berada di posisi mana apakah manusia haram, makruh, mubah, sunnah, atau wajib?
Jika sudah mendapatkan jawabannya, saya mengajak diri ini bersama teman-teman untuk bertekad bulat memperbaiki diri. Kalo masih termasuk dalam kategori makruh, ya udah ubah pelan-pelan biar jadi makruh. Kalo uda di posisi makruh, tingkatkan biar berada pada posisi mubah bahkan sampai kategori terbaik.
Untuk bisa mencapai taraf terbaik tentu kita juga perlu memperbaiki kualitas diri menjadi baik. Perbanyaklah mencari teman!, janganlah takut untuk berkawan dengan musuh kita, sebab kita sulit untuk mengetahui musuh kita yang sebenarnya. Akhlaklah yang bisa membentuk kita dengan baik dan menjaga dari musuh-musuh kita.
Akhlak dapat dibentuk dengan agama yang baik, inilah yang menandakan betapa tidak terpisahkannya antara pembentukan akhlak seseorang dengan pemahaman agamanya. Kali ini saya menghimbau kepada para sahabatku bahwa Allah Swt telah memberikan kita Al-Qur’an dan Assunnah sebagai petunjuk kita di dunia ini, janganlah sia-sia kan hidup kita dengan lari dari petunjuk tersebut. Perubahan membutuhkan proses selama kita menjalani proses ini seringkali akan menemui kegagalan, kesulitan, dan bahkan keputus asaan. Tapi ingatlah Allah Swt sangat tidak menyukai orang-orang yang mudah untuk gagal dan putus asa, semua telah diberikan solusi kepada kita. Sekarang tinggal kitalah yang mau berusaha untuk mencari solusi tersebut. Mungkin sebuah tips terakhir yang bisa saya berikan sekaligus untuk diri secara pribadi yakni bersiaplah untuk selalu menghadapi kritik dan saran yang pedas karena dari situlah kita bisa membentuk mental yang baik, bukan untuk kebal dengan kritikan, melainkan bersiap untuk membuat perubahan terbesar dengan kritikan dan saran tersebut.

By: Ld. Syr


[1] Sumber: Qatar Of Note 2. Muhammad Assad (Hal. 24-27)

Posting Komentar

0 Komentar