Assalamualaikum Wr. Wb.
Wahai para sobat kali ini perkenanankan saya untuk sharing lewat tulisan yang sederhana yang masih mempunyai kelemahan. Dalam kehidupan ini kita selalu menginginkan sebuah tokoh yang bisa memberikan inspirasi kepada kita dalam berbagai aspek. Khususnya dalam aspek manajerial kita sebagai umat Islam semestinya nggak terlalu jauh untuk mencari sumber tersebut karena telah ada yang melekat pada diri kaum muslimin yaitu Rasulullah Muhammad Saw yang membawa cahaya dari gelap gulitanya dunia akan kesemerawutannya. Sering kali kita mendengar dan bahkan membaca literatur tentang kepemimpinan dari berbagai teori orang
barat. Sehingga sering menjadi rujukan bahkan kaum musliminpun menekuni teori
itu seolah-olah semua bersumber dari para pemikir orang barat tersebut. Dari
segi teori memang tidak menimbulkan permasalahan jika dikaji secara keilmuan
karena semua itu punya manfaat yang baik.
Namun tanpa disadari jika ditelaah dan
disimak secara baik tentu kita terlalu jauh mengambil sandaran yang seharusnya
berada dalam jati diri kita yaitu Islam. Dari berbagai literatur yang berhubungan
dengan kegiatan pemerintahan sebagaimana tata cara kepemimpinan pemerintahan
selalu menggunakan metode pendekatan dan alur pemikiran yang bersumber dari
barat. Sehingga sulit untuk dielak bahwa kaum
muslimin saat ini mengalami penciutan pemahaman tentang kepemimpinan Rasulullah Saw yang
tertera dalam agama Islam sendiri sebagai panutan umat. Seyogyanya sebagai kaum muslimin kita perlu memahami
terlebih dahulu nilai-nilai yang ada pada Rasulullah Saw yang banyak mengajarkan
suatu hal, disamping akidah Nabi Muhammad Saw terkenal juga dengan
kepimpinannya dalam mengembangkan sebuah organisasi pemerintahan. Perkembangan Islam tidak lepas dari sifat teladan yang
ditunjukkan Nabi Muhammad Saw dalam berorganisasi untuk mencapai tujuan mulia yaitu menyebarkan Islam diseluruh dunia, sehingga kita lihat saat ini bagaimana perkembangan Islam sangat pesat itu tidak lepas dari seorang pemimpin terbaik yaitu Baginda Rasulullah Saw.
Model yang dapat menjadi tolak
ukur dalam mengembangkan organisasi dengan paradigma kepemimpinan Rasulullah
Saw dapat kita jelaskan dalam model bagan dibawah ini[1]:
Menjadi pemimpin harus dimulai
dari nilai pribadi yang dapat memberikan sumbangsih kepada anggotanya dan bias
muncul sebagai pemimpin yang efektif dalam peran sebagai wakil. Untuk
mempelajari paradigma berpikir Rasulullah Saw dalam pengembangan organisasi
kita akan terlebih dahulu membahas tiga gaya kepemimpinan Islam yaitu sy’ura
(permusyawaratan), adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan), hurriyah
al-kalam disertai dengan adab al-ikhtilaf (kebebasan berekspresi dengan
disertai etika dalam perbedaan pendapat).
Syura (Musyawarah) merupakan
proses pemecahan masalah terbaik dengan cara yang baik dan mufakat, namun musyawarah
yang dimaksud kali ini bukanlah yang sering dpraktikkan dalam demokrasi ala
barat melainkan musyawarah Islam yang aturan-aturannya sesuai dengan Syariat
Islam bukan berdasarkan pemikiran manusia yang memiliki kelebihan dan
kekurangan sehingga secara fakta dapat dilihat saat ini ketika semua
berdasarkan pemikiran manusia yang serba keterbatasan selalu mandek dalam
proses implementasi terhadap apa yang mereka buat. Sehingga selalunya
ujung-ujungnya bias dalam konsep belaka. Tujuan Syura yaitu mencapai
kesepakatan dalam mencapai solusi dengan pragmatis dan dapat diterima semua
orang, adapun yang berlaku kontra tidak melalukan sabotase ketika kesepakatan
tercapai.
Adl bil qisth, (Keadilan) atau
kesetaraan, sifat adil hanya dapat muncul akibat akhlak yang baik, sifat ini
sangat penting sebab seandainya terdapat ketegangan atau keabsolutan tata
aturan tertentu yang tidak adil jika diterapkan secara harfiah. Dari Aisyah RA,
istri Rasulullah, bahwa orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah
seorang perempuan Makhzumiah yang mencuri pada masa Nabi Muhammad SAW, ketika
penaklukan kota Makkah. Kemudian mereka bertanya, "Siapa yang berani
membicarakan masalah ini kepada Rasulullah SAW?" Dengan serentak mereka
mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, yang
dicintai Rasulullah SAW." Akhirnya perempuan itu dibawa menghadap
Rasulullah. Kemudian Usamah bin Zaid membicarakan masalah perempuan tersebut
kepada beliau. Setelah mendengar penjelasan Usamah itu, tiba-tiba wajah beliau
berubah menjadi merah. Lalu beliau bertanya,"Apakah kamu ingin bersikap
kasihan dalam hukum Allah?" Mengetahui
hal itu Usamah pun berkata kepada beliau, "Maafkanlah
saya ya Rasulullah!" Sore
harinya Rasulullah SAW berdiri dan berpidato di hadapan kaum muslimin. Setelah
memanjatkan puji kepada Allah, beliau pun mulai berkata, "Amma ba'du, sesungguhnya yang
membuat binasa orang-orang sebelum kalian adalah manakala ada orang yang mulia
dan terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka pun membiarkannya. Sebaliknya,
manakala ada orang yang lemah dan hina di antara mereka mencuri, maka dengan
segera mereka melaksanakan hukuman atasnya. Demi dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, kalau seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya saya akan
memotong tangannya." Akhirnya
Rasulullah pun memerintahkan para sahabat untuk memotong tangan perempuan yang
mencuri itu. Aisyah RA berkomentar, "Setelah peristiwa itu perempuan
tersebut bertaubat dengan sebaik-baiknya dan menikah. Hingga pada suatu ketika,
ia datang kepada saya untuk minta tolong mengajukan hajat permintaannya kepada
Rasulullah. Lalu saya pun memenuhi permintaannya tersebut." (HR. Muslim). Inilah salah satu
keadilan yang ditunjukkan Rasulullah Saw, yang mana hukum harus ditegakkan
dikalangan manapun tanpa terkecuali melihat jabatan atau status sosial
seseorang, perhatikan fenomena yang sering ditayangkan di televise kita dimana
hukuman seorang anggota pejabat dan seorang nenek tua yang mencuri buah coklat
sangat jauh perbandingan hukumannya yang mana seorang pejabat tersebut dengan
menghabiskan uang Negara bermilyar-milyar dapat menikmati keindahan di penjara
dengan fasilitas yang lengkap sedangkan seorang Ibu tersebut yang seharusnya
dapat dilakukan sebuah negosiasi dengan baik malah mendapat hukuman yang tidak
rasional.
Gaya ketiga adalah Hurriyah
al-kalam Gaya
ketiga adalah Hurriyah al-kalam yang dibarengi dengan ijtihad, yang mendorong
seseorang untuk menjadi yang terbaik dalam hal kemampuan mencapai suatu tingkat
pemahaman untuk membentuk opini. Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,
yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun
hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang[2]. Makna diatas membenarkan
bagaimana sikap seorang Ijtihad dalam konteks organisasi menyatakan kualitas
individu yang keilmuannya telah terbukti. Kebebasan berkespresi bukanlah
kebebasan yang diberikan seluruhnya (full freedom) namun harus
berdasarkan pemahaman yang baik dalam menetapkan sebuah kebijakan sesuai
keilmuannya yang berlandaskan asas Islam serta di kontrol dengan adab
al-ikhtilaf yang menuntut kesopanan sambil melatih hak untuk berbeda pendapat
sehingga niat baik bisa dipertahankan dalam proses komunikasi dan debat.
Ketiga
gaya kepemimpinan terapan ini berjalan seiring dengan ajaran yang menegaskan
aspek-aspek sistem nilai Islam penting, yaitu: (1) Al-kamal asy-saykshi atau
integritas pribadi, (2) Taqwiyah al-shilah atau perbaikan hubungan, (3) Fa’liyyah
al-qiyadiyyah atau daya kepemimpinan, (4) Makarim al-akhlaq atau
perilaku etis dan (5) Tahzibal al-akhlaq atau peningkatan moral melalui
pengetahuan spiritual.[3] Semua
itu tertanam dalam prinsip-prinsip Islam yang sudah jelas tuntuanannya dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.Dalam konteks pengembangan organisasi, yang paling
tepat adalah melakukan pelatihan, pembelajaran melalui pengalaman atau proses
pembudayaan untuk membentuk perpaduan berbagai aspek dalam menanggapi
kelemahan. Setiap pengembangan yang dilaksanakan haruslah bentuk strategi
jangka panjan bukan instan untuk membentuk atau mendekati sebuah kesempurnaan
sekaligus meningkatkan nilai kompetitif.
Dengan
mencoba pendekatan tiga gaya kepemimpinan ini seandainya dapat diaplikasikan
dengan baik dalam mengembangkan sebuah organisasi, maka tidak absurd organisasi
itu dapat berkembang sesuai tujuan yang ingin dicapai. Melalui tulisan ini
sebenarnya bukan menunjukkan sebuah fatwa melainkan mengantar opini di publik
untuk menjelaskan bahwa Rasulullah Muhammad Saw memiliki sebuah nilai-nilai
yang dapat mengantarkan kita kepada kebaikan bukan hanya sekilas tentang
spiritual melainkan dalam berorganisasi pun telah diatur, inilah bentuk
kesempurnaan beliau. Semoga artikel singkat ini dapat bermanfaat dan memberikan
penjelasan dasar melalui tiga gaya kepemimpinan yang dimiliki Rasulullah
Muhammad Saw, adapun terlepas dari kesalahan itu berasal dari saya sendiri,
seketika muncul sebuah kesilapan dalam pemahaman yang tertuang di artikel ini
semua bersumber dari pribadi saya sendiri dan saya sebagai penulis pun menerima
kritikan dan komentar dari berbagai pihak. Semoga bermanfaat.
[1]
Buku: Manajemen Kepemimpinan Muhammad Saw Oleh Ismail Noor Hal. 22
0 Komentar