Diawal pagi melihat sebuah situs
edukasi.kompas.com dengan headline “Indonesia Banyak Berutang pada Guru”,
menampik sekejap mata akan terbangunnya kesadaran arti penting sebuah guru.
Bersamaan dengan hal ini serentak jiwa mengingat sisi kehidupan orang tua saya,
khususnya ayah yang merupakan seorang guru di rumah dan dikelas sewaktu SD
hingga saat ini. Mengemban tugas yang berat untuk mengisi kekosongan pikiran
kepada murid-muridnya untuk menggapai sebuah kecerdasan itulah hakikat tugas
seorang guru. Dan terlintas pula setelah mengikuti seminar kajian Islam pelajar
mahasiswa (KIPAS) yang mengajarkan pentingnya pemuda yang berkarakter, inovasi,
kreatif, dan produktif pada sebuah kemajuan di suatu Negara.
Berbicara tentang pendidikan di Indonesia yang identik dengan guru dan pelajarnya (pemuda), sebab merekalah yang menjadi tombak terdepan yang mengajarkan ilmu dan penimba pengetahuan. Terdapat kelucuan di negeri ini pada kesejahteraan guru yang hanya selalu menjadi wacana semata. Masih terdapat guru-guru yang belum menikmati kesejahteraannya, namun karena pengabdian tanpa bataslah yang memberikan dorongan motivasi untuk selalu mengajar para pemuda kita. Guru merupakan penopang masa depan bangsa yang harus mendapat kesejahteraan, baik yang berada di pelosok maupun di perkotaan. Namun seringkali ada kesan buruk terhadap guru-guru kita khususnya di daerah perbatasan yang harus rela mengabdi tanpa pamrih walau gaji yang tidak relevan bahkan tidak menerima tunjangan khusus seperti yang dilansir http://regional.kompas.com (11 November 2013), lebih dari 1.300 guru di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara dipastikan tidak akan mendapatkan tunjangan khusus tahun 2013 setelah upaya pengajuan penambahan kuota oleh PGRI Nunukan ditolak Kementerian Pendidikan. Inilah kenyataannya! Walaupun sekarang kita mendengar sertifikasi namun belum bisa memberikan kualitas pendidik di Indonesia. Bukan hanya pendidik, pemuda (pelajar) pun saat ini mulai diambang kehancuran karena kurangnya motivasi untuk melakukan perubahan dalam hidupnya, sikap apatis, putus asa, dan hura-hura yang sering menyelimuti pemikiran jernih sehingga sikap pesimistik selalu muncul hamper kebanyakan di pemuda Indonesia contoh kasus narkoba, seks bebas, dsb. Program pemerintah yang sering tidak berpikir akan solusi namun instan alias jangka pendek sehinga membuat permasalahan menjadi rumit. Kemenkes membuat program kondom ini contoh kecil bahwa kebijakan tanpa mikir yang justru menyesatkan generasi pemuda kita.
Terjadi berbagai paradox yang lahir antara kesejahteraan guru dan cara mendidik di Indonesia begitu pula dengan semangat pendidikan nasional pada kesadaran pemudanya yang mulai menurun. Guru tidak dapat disalahkan karena mereka telah memberikan yang terbaik walaupun terkadang masih terdapat guru-guru yang hanya asal dalam mengajar yang penting mendapat gaji tanpa memperdulikan keadaan muridnya. Dari tulisan saya ini terdapat kritik sosial yang mana seharusnya dibangun sebuah sistem dunia pendidikan di Indonesia yang menonjolkan kesadaran dan fungsi otoritas seorang guru tersebut. Kurikulum Indonesia semestinya dibuat bukan untuk mengejar sebuah nilai setingi-tingginya namun bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Sah saja jika nilai tinggi akan mendapat predikat pintar, tapi apakah pintar yang dimaksud disini mempunyai kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang fungsi pengetahuan yang dimilikinya.
Belum terciptanya di benak para pelajar di Indonesia akan arti sebuah belajar dalam mengejar dan menimba ilmu dimana saja, sebab mereka terkesan lebih mengejar akan hakikat nilai bukan motivasi menimba ilmu sebaik-baiknya. Bukan menyalahkan para juara kelas atau kampus melainkan kritik yang dibuat pada tulisan saya ini adalah kemampuan sekolah atau kampus dalam melahirkan pemuda yang berkualitas, kreatif, dan inovasi yang memberikan dampak perubahan besar pada bangsa ini layaknya Negara Sakura (Jepang). Fakta bahwa dunia pendidikan kita seakan terhambat akan membuat inovasi, kreatifitas, dan ciptaan para pemuda kita, akibat tak terjambah oleh penopang pendidikan dalam artian ekspose atau dukungan pemerintahan yang masih minim. Sangat banyak penemu di Indonesia misalnya penemu 4G Prof. Dr. Khoirul Anwar, sayap pesawat oleh Bj. Habibie, dan SMK yg berhasil membuat mobil ESEMKA yang mulai hilang dimedia karena kurangnya dukungan dari pemerintah bukankah seharusnya ditingkatkan walaupun sempat pada tes uji emisi bermasalah, namun inilah Indonesia yang belum dapat memanfaatkan potensi-potensi pemuda kita entah kenapa?, apakah masih dalam proses atau ekspose pemerintah yang mengabaikannya.
Namun kasus ini seharusnya bukanlah alasan untuk menimbulkan sikap pesimistis dikalangan pelajar (pemuda) yang hilang, melainkan dijadikan momentum agar semangat melakukan perubahan semakin berkobar sekaligus memberikan inspirasi kepada pemuda lainnya yang mulai turun drastis akibat jeratan pembodohan dari sebuah hura-hura belaka. Jika tadi pelajar maka pendidik (guru) pun mengalami hal yang sama, tidak adanya reward dari pemerintah atas inovasi-inovasi cara mengajar bagi guru-guru yang terus ulet dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat sehingga motivasi tersebut hanya sebagian kecil yang muncul. Padahal guru dan pelajar (pemuda) bagaikan dua mata pisau dalam suatu perubahan bangsa dengan dua mata pisau ini harapan baru bangsa akan sebuah perubahan dapat terjadi.
Maka dari itu perlu dibangunnya sistem kesadaran
di bangku sekolah kita, yang semestinya konsep pendidikan di Indonesia lebih
mengutamakan aspek spritualitas (SQ), emosional (EQ), dan intelektualnya (IQ),
sehingga bukan hanya menjadi seminar-seminar yang sering dimanfaatkan oleh sektor
swasta, namun dijadikan sistem pengajaran di Indonesia bukan sebatas mencari
nilai tapi bagaimana cara belajar dan haus akan sebuah pengetahuan dan
perubahan. Selain dari itu perlunya juga reward
kepada guru-guru yang kreatif dan inovasi dalam melakukan pembelajaran sehingga
memacu adrenalin para pendidik untuk membentuk pelajar yang berkualitas dan
berkarakter.
By: ld. syr
0 Komentar